BLITAR - Cegah peredaran rokok bodong (polos), puluhan pedagang warung klontong mewakili tiap-tiap desa di Kecamatan Kanigoro Blitar mengikuti sosialisasi yang digelar Satpol PP Kabupaten Blitar bersama Bea Cukai Blitar. Materi yqng diambil adalah peraturan perundang-undangan di bidang cukai, bertempat di Aula Kantor Kecamatan Kanigoro, Kamis kemarin.
Menurut Kepala Penegakan Perda (Kabid Gakda) Satpol PP Kabupaten Blitar, Suyanto SH mengatakan, tujuan sosialisasi ini adalah memperkenalkan ciri-ciri rokok ilegal/polos dan menekan peredarannya. Selain diikuti para pedagang rokok dan pelaku usaha acara itu juga mengundang perangkat desa se Kecamatan Kanigoro.
“Hal ini sesuai UU no 39 tahun 2007 tentang cukai, kita menghimbau para pedagang di Kecamatan Kanigoro untuk tidak menjual rokok ilegal atau rokok polos, ” jelasnya Suyanto, Jum’at (30/9/2022).
Selain itu, berbagai tindakan preventif lainnya juga disampaikan pada agenda tersebut sebagai upaya menekan beredarnya rokok polos di Kabupaten Blitar.
“Giat ini untuk mengantisipasi atau menekan beredarnya rokok polos di lapangan, kami juga melakukan operasi dengan pihak terkait diantaranya bea cukai, Disperindag dan Perekonomian sebab ditengarai para penjual rokok polos ini menitipkan dagangannya seperti ke mucikari dan profesi lainnya, ” tuturnya.
Lanjutnya, dalam empat kali operasi yang dilakukan belum lama ini, Satpol PP Kabupaten Blitar menemukan beberapa kemasan rokok polos. Yang terbesar pihaknya menemukan di Kecamatan Doko, ada sekitar 200 bungkus lebih dan kini sudah masuk ke tahapan penyidikan pihak bea cukai.
“Kalau jumlahnya kecil, kita akan melakukan pembinaan pada penjual tersebut. Tapi kalau ditemukan dalam jumlah besar maka kita akan terapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang ada, ” tambahnya.
Pada kesempatan itu, para pedagang mendapatkan penjelasan secara lengkap dari Herlambang Wicaksono, petugas bea cukai sebagai narasumber. Ia mengajak peserta sosialisasi untuk dapat mengenali ciri-ciri rokok polos, salah satunya yaitu bungkusnya tidak dilekati pita.
Sebagai informasi, rokok mempunyai sifat atau karakteristik yang peredarannya membutuhkan pengawasan dan konsumsinya memerlukan pengendalian. Menurut Tobacco Control Support Center (TCSC), pada tahun 2020 jumlah konsumen rokok Indonesia mencapai 33, 8 persen dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2018.
Permintaan rokok yang tinggi ini tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya peredaran rokok polos. (Knf/Tn)
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|